Teknologi yang Tidak Bermanfaat – Teknologi seharusnya diciptakan untuk mempermudah kehidupan manusia. Namun, tidak semua inovasi teknologi berhasil memenuhi ekspektasi tersebut.
Di tengah derasnya arus kemajuan teknologi, beberapa temuan justru dinilai tidak bermanfaat, membingungkan, bahkan hanya sekadar gimmick tanpa fungsi nyata.
Artikel ini akan membahas 7 teknologi yang tidak berguna dan menjadi contoh nyata dari inovasi gagal dalam sejarah perkembangan teknologi.
1. Google Glass – Kacamata Pintar yang Gagal
Saat pertama kali diumumkan, Google Glass digadang-gadang sebagai revolusi dalam dunia wearable technology.
Kacamata ini memungkinkan pengguna untuk mengakses informasi, mengambil foto, bahkan menjelajah internet langsung dari lensa.
Namun dalam praktiknya, perangkat ini menghadapi banyak kendala: harga mahal, masalah privasi, tampilan antarmuka yang membingungkan, dan kurangnya aplikasi yang relevan.
Akhirnya, proyek ini dihentikan untuk pasar konsumen. Google Glass menjadi contoh klasik dari kemajuan teknologi yang sia-sia—terlalu canggih namun tidak sesuai dengan kebutuhan nyata pengguna.
2. Hoverboard – Gaya Tapi Tidak Aman
Hoverboard sempat menjadi tren global di tahun 2015, digunakan oleh banyak selebriti dan anak muda.
Namun seiring waktu, muncul banyak laporan tentang kebakaran baterai, kecelakaan karena kehilangan keseimbangan, hingga larangan penggunaan di tempat umum.
Meski terlihat futuristik, hoverboard dinilai sebagai teknologi yang tidak berguna karena tidak memberikan solusi mobilitas yang nyata dan justru menghadirkan risiko keamanan tinggi. Alih-alih mempermudah perjalanan, perangkat ini lebih banyak menimbulkan masalah.
3. Smart Juicer – Memeras Jus yang Tak Perlu Teknologi
Salah satu inovasi yang paling menuai kritik adalah Juicero, mesin pembuat jus yang membutuhkan kantong buah khusus.
Harga mesinnya mencapai $400, namun ironisnya, kantong buah tersebut dapat diperas secara manual dengan tangan—lebih cepat dan tanpa perlu mesin.
Juicero menjadi simbol dari inovasi teknologi yang gagal, di mana solusi canggih justru menggantikan sesuatu yang sudah sederhana. Banyak orang menyebutnya sebagai contoh nyata dari “teknologi untuk teknologi”.
4. TV 3D – Gimmick Tanpa Manfaat Nyata
TV 3D sempat dianggap sebagai masa depan hiburan rumah. Produsen besar seperti Sony dan LG berlomba memproduksi TV dengan fitur 3D, bahkan film-film pun mulai diproduksi dalam format tiga dimensi.
Namun kenyataannya, pengguna mengeluhkan pengalaman menonton yang tidak nyaman, keharusan memakai kacamata khusus, dan kurangnya konten berkualitas.
Akhirnya, teknologi ini menghilang dari pasaran. TV 3D kini dianggap sebagai kemajuan teknologi yang tidak bermanfaat, karena gagal meningkatkan kualitas hiburan secara signifikan.
5. PDA (Personal Digital Assistant) – Tergusur Sebelum Berkembang
Sebelum era smartphone, PDA sempat menjadi gadget idaman para profesional. Namun terbatasnya fitur, konektivitas yang minim, serta interface yang tidak ramah pengguna membuat perangkat ini cepat tergantikan oleh ponsel pintar.
Meski pernah dianggap revolusioner, PDA kini dikenang sebagai teknologi yang tak bertahan lama karena tak mampu beradaptasi dengan kebutuhan zaman. Inilah salah satu bukti bahwa inovasi tidak selalu berarti kemajuan.
6. Printer 3D untuk Makanan – Gagasan yang Belum Matang
Printer 3D telah merevolusi banyak bidang seperti manufaktur dan arsitektur, namun ketika diterapkan untuk mencetak makanan, hasilnya belum seperti yang diharapkan.
Walaupun terdengar futuristik, printer makanan sering kali membutuhkan bahan khusus, mahal, dan prosesnya lebih rumit daripada memasak secara manual.
Dalam praktiknya, teknologi ini belum efisien atau layak digunakan secara luas. Printer makanan 3D lebih banyak menjadi gimmick pameran teknologi dibanding solusi praktis. Sebagai hasilnya, ini termasuk dalam kategori teknologi canggih yang belum berguna.
7. Toaster Pintar – Ketika Roti Panggang Terlalu Rumit
Apakah kita benar-benar butuh toaster yang bisa terhubung ke Wi-Fi atau dikendalikan lewat smartphone? Beberapa produsen mencoba memadukan teknologi Internet of Things (IoT) dengan perangkat rumah tangga seperti pemanggang roti.
Sayangnya, fungsi tambahan ini tidak menawarkan keunggulan berarti—memanggang roti tidak pernah serumit itu.
Contoh ini menyoroti fenomena over-engineering, di mana produk sederhana dipaksa menjadi “pintar” tanpa alasan jelas. Hasilnya adalah perangkat pintar yang tidak berguna, dan lebih banyak menambah kompleksitas dibanding manfaat.
Penutup: Saatnya Memilah, Bukan Sekadar Mengikuti Tren
Dari tujuh contoh di atas, kita bisa melihat bahwa kemajuan teknologi tidak selalu sejalan dengan kebermanfaatannya.
Banyak inovasi lahir hanya karena dorongan tren, bukan karena kebutuhan nyata. Sebuah teknologi baru harus mampu menjawab tantangan, mempermudah hidup, dan menyelesaikan masalah—bukan sekadar terlihat keren atau futuristik.
Kita sebagai konsumen pun perlu lebih kritis dalam menyikapi arus teknologi. Jangan sampai terjebak dalam produk canggih yang tidak berguna, hanya karena ingin terlihat mengikuti zaman.
Inovasi sejati bukan tentang menjadi yang pertama, tapi menjadi yang benar-benar memberi nilai.